Rabu, 04 April 2012

Bangsa Yang Suka Meniru

Bangsa kita mayotitas senang meniru, dan kagetan atas budaya asing, seperti hal nya amerika, eropa, timur tengah, dll. Bahkan islam pun yang katanya sebagai agama selamat dan menyelamatkan yang di anut mayoritas di Nusantara dan terbesar di dunia, malah hanya tampak budaya arab nya, ketimbang esensi nya dalam keluhuran prilaku-akhlaqul kharimah.

Kalau di wilayah asal nya islam telah membudaya sebagai ageman hidup. Tapi di sini malah budaya nya saja yang dijadikan agama(aturan) yang tidak beraturan….he..he. Bahkan pertentangan, perpecahan nya yang ditiru, tidak ada kesatuan, malah menajamkan, dan menyukai perbedaan.

Sehingga tradisi budaya dalam prilaku luhur bangsa sendiri malah di lupakan, di hina, di injak-injak, di hukumi kofar kafir, dipertanyakan kredibiltas nya sambil mengagungkan budaya agama bangsa lain…he..he…lucu. Padahal dia lahir dari setets air para leluhur nya di tanah jawa, juga makan. minum, sandang, pangan, papan, dan buang hajat, kotoran ludah, dan yang mejijikan sekalipun dari dan di terima oleh Ibu Pertiwi.

Budaya bukan sekedar gaya hidup yang hanya meniru-niru bangsa lain, setiap bagian wilayah duniapun mempunyai tradisi budaya dan spiritual sebagai kearifan lokal. Di jawa ini sudah kaya akan tradisi budaya dan spiritual sebagai warisan leluhur yang harus dilestarikan. Kita sudah tak memerlukan lagi tradisi budaya leluhur bangsa lain sama sekali. Dalam konsep spiritual keyakinan dan agama apapun sudah pasti Tuhan nya itu-itu juga, hanya tradisi budaya nya saja yang membedakan nama-nama, istilah dalam kepercayaan nya.

Toh Tuhan tak butuh hanya sekedar nama istilah yang hanya diucapkan saja dalam suara, dan di tulis dalam huruf dan lafadz, lebih dari itu aplikasi pengamalan dalam prilaku luhur, tanpa harus membedakan agama dan keyakinan apapun untuk di masalahkan dan merasa paling benar, sebab seluruh perbedaan adalah atas kehendak Tuhan. Bukan kehendak kita, Tuhan lebih kuasa untuk menciptakan umat yang satu.

Kalau seseorang berkeyakinan “A” atau “B”, mengapa pula harus dipertanyakan pada manusianya…? tanyakan saja pada sang pencipta kehidupan ini kalau ia bisa dan mampu.

Segala perbedaan itu sudah kehendak Nya, sebab segala petunjuk dan kitab Nya bukan saja yang ter surat, lebih dari itu bukti nya tersebar dg jelas dan nyata pada ayat-ayat yang tersirat di alam semesta, sebagai mana Tuhan menjelaskan bahwa Alqur’an itu adalah ayat-ayat yang nyata di dalam dada orang-orang yang ber ilmu.

Sedangkan orang-orang yang dungu ilmu nya, ia hanya senang dan suka meng olok-lok saja, dan mempermasalahkan nama-nama istilah sebagai kulit nya agama tanpa mampu menyentuh esensi ayat tersirat di alam semesta dan membuktikannya di dalam dada nya.

Semoga mayoritas bangsa kita ini punya kemampuan dan tidak kerdil, menuju kesadaran ilahi, bahwa segala perbedaan yang Tuhan ciptakan bukan untuk di pertentangkan, tapi justru bisa menjadi hikmah dan rahmat bagi seluruh alam kehidupan kepada sipapun makhluq Tuhan.


Tradisi budaya kearifan lokal yang membumi dalam budi pekerti luhur adalah ciri khas jati diri bangsa dari makhluk yang bernama manusia, sehingga telah tampak nyata dalam karya spiritual yang agung ribuan tahun tegak di bumi Nusantara.

Sejarah telah mencatat beserta bukti fisik nya sebagai karya anak bangsa yang militan spiritualis, tak lekang oleh waktu, dan takan mampu di musnahkan oleh siapapun dan bangsa manapun. Itulah Nusa Antara bumi kathulistiwa Ibu Pertiwi Tunggul Rahayu, yang telah melahirkan anak-anak bangsa sebagai pangkat darajat menuju Mercusuar dunia.

Tak pernah ada dalam catatan sejarah manapun, dan dalam kitab manapun, bahwa budaya ideologi impor menjadikan aman tenang, apalagi makmur ???.

Yang terjadi malah sebalik nya, bukti moral bangsa terpuruk oleh janji angin surga dari tuhan-tuhan imajiner, yang kadang tuhan imajiner itu hanya dibanggakan dengan nama kosong dalam jiwa yang miskin, bahkan tuhan imajiner selalu di mintai dan di suruh-suruh, serta di khianati nya pula.

Oh tuhan…..nasibmu kok demikian mengenaskan, di jajah oleh nafsu-nafsu angkara yang menuhani makhluk tersesat.

Akhirnya sebutan agama hanya kulit ceremonial saja yang menghabiskan waktu dan usia, terjerumus dalam ketertipuan yang menjerat,……oh….angin surga, dan pahala, engkau telah menipu kehidupan yang sementara.

Pada kenyataan yang tak terbantahkan, ….bahwa tradisi budaya kearifan lokal suatu bangsa, adalah sebuah konsep yang terlahir dari pikiran dan hati yang sadar(rumongso), dalam jiwa ilahi. Dan telah mengantarkan seongok makhluk menjadi insan manusia yang mulia, dan mengangkat harkat derajat manusia untuk berbudi pekerti luhur menjadi Jiwa Maha iLahi (shiva), dan menjadikan gambaran Tuhan dalam image iLahi (Brahmana), dengan kekuatan dan kemurnian Ruh iLahi (wishnu).

Para orang-orang suci, avatar dan nabi-nabi pun menemukan Tuhan dengan cara bertapa, uzlah, menyatu dan membumi dengan alam semesta (jagad makro), dalam tradisi budaya spiritual alam kehidupan dimana ia berada.

Akhirnya tradisi budaya dalam sikap keluhuran budi pekerti, selalu tetap memegang peranan penting dan paling utama dalam menemukan Tuhan Sejati dalam diri makhluk, untuk membentuk menjadi manusia(insaan) seutuh nya. Yang selanjutnya sikap keluhuran budia pekerti itu menjadi Ideologi dan keyakinan dalam berbagai judul nama, agama dan Tuhan pada setiap jengkal tanah air nya.

Akhirnya tradisi budaya dalam spiritual yang agung merupakan kebijakan yang memanifestasikan devirat ideologi pada Jiwa-Jiwa Maha iLahi, sebagai object yang akan menampakan Image Tuhan, dalam Kagungan dan Kemulian Nya.

Agama adalah barang murah dan gratis, yang bisa di buat untuk alasan apapun dalam memanifestasikan nafsu dan ambisi makhluk. Sedang Budaya kearifan lokal adalah Ajaran Nilai tertinggi yang mendidik dari Jiwa ber kesadaran iLahi.

Agama tidak begitu se konyong-konyong saja turun dari langit, tanpa adanya object suci dalam tradisi budaya keluhuran budi pekerti (al-amin). Agama merupakan Nilai ILaiyah tertinggi, yang hanya diberikan kepada hamba-hamba yang berbudaya, dan beradab, yang mampu ber resonansi dengan hukum-hukum Sang Kekuatan Alam semesta (Robb).

Sehingga sebelum mengaku beragama, sepertinya makhluk itu harus mengenal diri nya sendiri, dan belajar berbudaya dengan alam sekitar dan antar sesama, agar bisa disebut sebagai manusia (insan), yang layak memegang sebuah misi Tuhan sebagai Khalifah(wakil Tuan) di muka bumi. Karena manusia adalah makhluk yang memegang amanah blueprint nya Tuhan, untuk menampakah Keagungan dan Kemulian Nya, sehingga Tuhan layak bertajali pada hamba Nya, sebagai Manusia ILahi (Beradab, berbudaya, berakhlaqul kharimah, bermoral, Welas asih, Toleransi Dll), walaupun kita sebagai manusia illahi namun tak pantas kita untuk menjadi diriNya yang Maha Abadi Dan Maha Esa.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar